#12 | Interval - Diasya Kurnia

Interval
Penulis: Diasya Kurnia
Penerbit: PING
Tebal: 176 hal, 13x19 cm
Cetakan: 2016
ISBN: 978-602-391-059-5
Bagaimanapun, aku hanya gadis SMA. Selayaknya, saat ini aku sedang merasakan asmara. Tapi justru seakan semua awan mendung dikirim dalam masa kehidupan yang katanya penuh warna ini.

Persaingan menjadi ketua ekskul tari di sekolah menyeret statusku sebagai penari jathil keliling yang dianggap rendah. Rey, satu-satunya sahabatku, tiba-tiba menjauh. Dan seakan itu belum cukup. Kakek mengusir Carl, guru baru yang menjadi idola di sekolah, hanya karena dia orang asing.

Tidak sekali aku berpikir bahwa tentu hidupku akan berbeda jika orang tuaku bersedia tetap di sini.

Tampaknya, waktu tidak selalu menjadi obat mujarab bagi luka. Bahkan setelah jeda yang lama, beberapa hal dari maa lalu masih bergelayut. Termasuk pertanyaan kepada orang tuaku: "Kenapa kalian memilih pergi?"

Tapi, semakin dekat dengan tujuan, aku bimbang. Benarkah aku ingin tahu jawaban mereka?
Sebagai penari jathil yang sering menerima pekerjaan dari kampung ke kampung, ada saja hal-hal yang membuatku sedih. Tak jarang para penari sepertiku mendapat perlakuan tak adil.

Satu-dua minggu novel ini tersimpan rapi dengan bungkusnya di atas lemari. Kegiatan PLP membuat saya harus rela sedikit menyedot waktu baca. Beberapa hari sebelum membacanya sampai selesai, saya mengecek Interval di akun goodreads dan sedikit terkejut dengan pendapatan bintangnya yang rendah. Ketika akan membacanya, saya melepaskan berbagai macam ekspektasi kemudian berhasil menamatkan Interval hanya dalam waktu sekitar 2-3 jam dan saya cukup puas.

Saya membaca bagian awal Interval dengan tersendat-sendat sejujurnya, entah kenapa, meskipun kehidupan Kinanti dengan background profesinya sebagai penari jathil keliling sangat menarik. Bagaimana lingkungan dan bahkan ayah temannya sendiri terkesan tidak setuju dengan jalan hidup yang dipilih oleh Kinanti. Misteri tentang keabsenan orang tuanya juga menjadi teka-teki yang membuat penasaran. Beberapa teka-teki lain cukup mudah ditebak, orientasi seksual Ray misalnya.

Baru setelah masuk pada masa Kinanti dewasa dengan perbedaan kondisi hidupnya yang cukup kontras, rasanya nyaman sekali dibaca. Pemaparan perjalanan Kinanti di Amerika adalah bagian yang saya nikmati. Narasinya enak dibaca, plot twisnya juga ada. Tapi pada bagian Ray bunuh diri entah kenapa membuat saya kecewa, saya jadi merasa karakter Ray yang dari awal dibangun pada akhirnya hanya untuk dimatikan. Sedikit tidak terduga. Menilik dari kisah Ray yang orientasi seksualnya pada sesama jenis menjadi bahan saya untuk menduga-duga orientasi seksual Seth, dan ternyata benar dia juga begitu.

Ketika membaca bagian Kinanti pulang ke Indonesia, saya masih tidak tahu kemana alur akan berakhir, dan ternyata alur berakhir dengan kisah cinta yang manis antara Kinanti dan Dimas. Yeah, saya setuju setelah begitu lama Kinanti hidup dalam kesulitan, dia perlu mendapatkan kebahagiaan di akhir cerita, pernyataan cinta Dimas salah satunya.

Hal yang masih mengganjal di benak saya kemudian adalah pilihan Kinanti untuk bekerja di kantor dan berhenti menari jathil. Saya mendapat kesan bahwa Kinanti menyerah pada gunjingan-gunjingan para tetangga tentang profesinya which is pada masa remaja tidak diacuhkannya dengan sekuat tenaga. Meskipun pada akhirnya dengan titel sarjana ekonomi, Kinanti berniat ingin kembali bergelut di bidang kesenian.

Sebagai novel perdana, saya patut mengacungkan jempol untuk Mbak Diasya. Selamat, Mbak, semoga cepet lahiran lagi. hehe. Oke, pada hari minggu lalu, saya juga sempat bertanya-jawab dengan Mbak Diasya tentang aktivitas menulis dan proses kelahiran novel perdananya ini. Tunggu tanggal mainnya, lekas akan diposting di blog ini.

1 Comments

Post a Comment