#29 | Di Tanah Lada - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie


Di Tanah Lada
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 244 hal 
Cetakan: 19 Oktober 2015
ISBN: 9786020318967
Namanya Salva. Panggilannya Ava. Namun papanya memanggil dia Saliva atau ludah karena menganggapnya tidak berguna. Ava sekeluarga pindah ke Rusun Nero setelah Kakek Kia meninggal. Kakek Kia, ayahnya Papa, pernah memberi Ava kamus sebagai hadiah ulang tahun yang ketiga. Sejak itu Ava menjadi anak yang pintar berbahasa Indonesia. Sayangnya, kebanyakan orang dewasa lebih menganggap penting anak yang pintar berbahasa Inggris. Setelah pindah ke Rusun Nero, Ava bertemu dengan anak laki-laki bernama P. Iya, namanya hanya terdiri dari satu huruf P. Dari pertemuan itulah, petualangan Ava dan P bermula hingga sampai pada akhir yang mengejutkan.

Ditulis dengan alur yang penuh kejutan dan gaya bercerita yang unik, sudah selayaknya para juri sayembara memilih novel Di Tanah Lada sebagai salah satu juaranya.
Entah mengapa ketika membaca novel ini, saya sedikit iri kepada P tentang kedekatannya bersama Salva. Well, kita punya masa kecil yang sama, Ava. Bukan tentang latar belakang keluarga yang memosisikan Papa sebagai orang jahat tetapi tentang kegemaran membaca kamus.

Pertama kali tertarik membaca novel ini karena pengarangnya Ziggy, pemenang sayembara novel DKJ plus gegara reviews yang positif di beberapa blog buku. Dan ya, saya suka dengan Di Tanah Lada.

Ini adalah kali pertama saya membaca novel dengan sudut pandang pertama anak kecil, karakter pertama anak kecil tapi dengan narator orang ketiga sudah cukup banyak. Dan sensasi ketika membaca novel ini pada awalnya sama dengan sensasi ketika mendengar anak kecil berbicara. Sedikit memutar, tidak fokus, polos tapi lucu dan menggemaskan, in several scene. Lelucon yang-sebenarnya-bukan-lelucon dalam pola pikir Ava dan percakapan-percakapannya juga beberapa membuat saya tidak bisa menahan tawa. Begini contohnya:

..................undefinied content

... dan beberapa lagi.

Saya tidak tahu untuk usia enam tahun Ava termasuk pintar atau pintar sekali *bukan pemerhati anak, wkwk* tapi memang pengetahuannya terhadap bahasa patut diacungi jempol. Ava bahkan memiliki gaya bicara orang dewasa dengan penggunaan kata-kata yang aneh, begitu kata P, dan jelas sekali jika sedari kecil Ava sudah 'diarahkan' untuk begitu oleh orang-orang terdekatnya, terutama Kakek Kia.

Apa mungkin kemampuan berbahasa yang baik ada hubungannya dengan kecerdasan anak? Well, saya penasaran dan mencarinya di google and nah, ternyata memang begitu. Maaf jika ini terdengar cocoklogi, wkwk, tapi Ava memiliki lebih dari setengah dari sepuluh kriteria anak yang cerdas menurut NAGC, salah satunya adalah memiliki kosakata yang lebih maju dari anak seusianya.

Konflik yang diangkat dalam Di Tanah Lada lumayan berat dan entah kenapa tidak tampak berat di dalam kepala seorang Salva, atau Salt. Anak kecil mungkin memang memiliki sistem yang bisa mengalihkan pemikirannya dari hal-hal yang mengganggu secara cepat. Jiah. Seperti juga bagaimana P berpikir tentang kesulitan hidupnya yang mudah sekali berubah ketika beberapa kosakata yang berhubungan dengan makanan muncul.

Ayam lada hitam, kayaknya enak, ya? *lalu nyari sarapan*

Deskripsi tentang Mas Alri sangat spoiler bagi saya, begitu juga dengan hubungan Kak Suri, papanya P dan P sendiri. Dan ternyata empat orang itu memiliki keterkaitan yang mengagetkan. Saya setuju dengan P tentang Mama Ava. Mama Ava mungkin Mama yang baik tapi belum menjadi Ibu yang baik. Karena itu juga Ava bisa dengan mudah kelayapan seharian bersama P tetapi mamanya enak-enakan tidur di hotel.

Endingnya sudah tertebak *korban spoiler* tapi yang membuat saya penasaran adalah bagaimana Ziggy mengakhiri tulisannya, bukan bagaimana akhir tulisannya. Beda nggak ya dua kalimat itu? Saya anggap beda saja, wkwk.

Di akhir cerita, saya merasa percakapan Ava dan P lebih dewasa, in another context. Mungkin ini gongnya. Bagaimana Ava dan P aka Prince aka Pepper aka Pasha mencari jalan keluar dari masalah keluarga yang membelenggu mereka. Rasa kecewa, sedih, malu dan marah. Bukannya penasaran mencari pengertian lain dari Tanah Lada, saya lebih merasa fokus pada pesan yang disampaikan oleh novel ini tentang bagaimana sulitnya menjadi Papa dan Mama yang baik.

Jadi mau nikah? Err....

Eh, ternyata di dalam novel ini saya juga menemukan kisah romantis antara dua anak yang bahkan belum mengerti apa itu kisah romantis; kecemburuan Ava terhadap panggilan sayang Kak Suri - P, kesetiaannya pada P dan tidak mau meninggalkan Rusun Nero (tadinya), ketidakmauan Ava tinggal bersama ibunya melainkan dengan P (alih-alih karena P tidak memiliki Mama yang baik), dan sebagian dari percakapan mereka di bagian akhir yang sama-sama ingin bahagia, terkubur di tanah kebahagiaan dan bereinkarnasi jadi sepasang.

..................undefinied content

Dan ternyata, jika menyoal cinta, menjadi sepasang bukan syarat. Menjadi dua hal yang sangat jauh berbeda, Ava jadi upil sementara P jadi cacing, keduanya akan tetap saling menyayangi. I got the point!

Saya membaca novel ini selepas Isya sampai tengah malam, hanya butuh beberapa jam tapi kesannya sampai pagi ini masih mendalam. I should say thanks to Ziggy for making this novel!

Di mata saya sebagai pembaca biasa, Di Tanah Lada patut menjadi salah satu pemenang sayembara novel DKJ. Di mata kamu bagaimana?

Post a Comment