#33 | The Magic Library - Jostein Gaarder & Klaus Hagerup



The Magic Library - Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken
Judul Asli: Bibbi Bokken Magische Bibliothek
Penulis: Jostein Gaarder & Klaus Hagerup
Penerjemah: Ridwana Saleh
Penerbit: Mizan
Cetakan: iv, September 2016
Tebal: 284 hlm; 20,5 cm
ISBN: 978-979-433-924-4


Pembaca yang baik,

Buku di tangan Anda ini benar-benar unik. Susah menggambarkan isinya. Tapi, kira-kira seperti ini:

Dua saudara sepupu, Berit dan Nils, tinggal di kota yang berbeda. Untuk berhubungan, kedua remaja ini membuat sebuah buku-surat yang mereka tulisi dan saling kirimkan di antara mereka. Anehnya, ada seorang wanita misterius, Bibbi Bokken, yang mengincar buku-surat itu. Bersama komplotannya, tampaknya Bibbi menjalankan sebuah rencana rahasia atas diri Berit dan Nils. Rencana itu berhubungan dengan sebuah perpustakaan ajaib dan konspirasi dunia perbukuan. Berit dan Nils tidak gentar, bahkan bertekad mengungkap misteri ini dan menemukan Perpustakaan Ajaib.

Buku ini juga berisi cerita detektif, cerita misteri, perburuan harta karun, petualangan ala Lima Sekawan, Astrid Lindgren, Ibsen, Klasifikasi Desimal Dewey, Winnie the Pooh, Anne Frank, kisah cinta, korespondensi, teori sastra, teori fiksi, teori menulis, puisi, sejarah buku, drama, film perpustakaan, penerbitan, humor, konspirasi ...

"Buku terbaik mengenai buku dan budaya-baca yang ada saat ini."
Oldenburgische Volkszeitung

"Sebuah surat cinta kepada buku dan dunia penulisan."
Ruhr Nachricht



“Siapa yang bisa menemukan buku yang tepat, akan berada di tengah-tengah teman terbaik. Di sana kita akan berbaur dengan karakter yang paling pintar, paling intelek, dan paling luhur; di sana kebanggan serta keluhuran manusia bersemayan.”

Pernah berkunjung ke perpustakaan yang memiliki satu ruangan tempat buku-buku yang belum terbit terpajang dengan cantik? Jika belum, maka saya sarankan kamu untuk pergi ke Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken yang terletak di bawah tanah hotel Mundal ...

tepatnya di Norwegia sana. Tapi jika itu terlalu jauh,

... maka bacalah The Magic Library dan saksikan sendiri bagaimana buku yang belum terbit tapi sudah diincar orang itu ditulis.

Dalam The Magic Library, kamu akan berkenalan dengan dua tokoh utama kita, mereka adalah dua sepupu keluarga  Boyum Torgensen yang bernama Berit dan Nils.

Acara vakansi mereka pada musim panas lalu memunculkan ide untuk membuat sebuah buku-surat, dikirimkan bolak-balik antara Oslo dan Fjærland. Hal pertama yang mereka bahas adalah seorang perempuan tua aneh yang matanya bak piring serta punya buku robek-robek di dalam tas tangannya dan ngiler ketika melihat tumpukan buku di sebuah toko di daerah Sogndal.

Perempuan tua yang melongok puisi tulisan mereka pada sebuah buku tamu ketika mereka liburan itu ternyata cukup misterius dan mencurigakan. Dia tampak seperti seorang pelaku kejahatan ketika bertemu secara tak sengaja dengan Berit. Beruntungnya, atau justru nahas untuk si perempuan, ada sebuah surat 'rahasia' yang jatuh dari tasnya dan ini menjadi semacam pemantik bagi Berit dan Nils untuk membongkar kedok perempuan tua yang mencurigakan itu. Apalagi setelah ditemukan dua kata asing yang sangat berkaitan dengan si perempuan, yaitu bibliografer dan incunabula, dan tentu juga nama si perempuan; Bibbi!


Dalam keriangan musim panas ini,
Segelas Coca-Cola kami nikmati,
Nils dan Berit, itulah kami,
Menghabikan liburan kami di sini,
Sangat indah di atas sini,
Sampai kami tak ingin pergi.

Pencarian identitas lebih lanjut tentang Bibbi pun dimulai dan semuanya seolah menjadi jaring laba-laba. Bibbi ternyata bernama lengkap Bibbi Bokken, dia adalah teman dari istri Bruum, guru kelas Nils! Anehnya, sejak mereka memburu Bibbi dan perpustakaan ajaibnya, justru ada seorang lelaki mencurigakan yang balik memburu mereka. Lelaki itu mereka beri nama Smiley.

Menakutkan sekali!

Lalu serangkaian peristiwa-peristiwa yang kebetulan terjadi pun mengantarkan mereka pada kebenaran, hingga mereka menemukan perpustakaan ajaib Bibbi Bokken dan buku yang belum terbit tapi sudah diperbincangkan itu.

Akhir yang mengejutkan!

By the way, selain Rumah Kertas karya Dominguez [baca ulasannya di sini], The Magic Library cetakan terbaru ini juga ternyata terdapat di dalam paket buku yang dikirimkan oleh Goodreads Indonesia awal bulan lalu. Yeay! Terima kasih, Goodreads Indonesia!

Membaca The Magic Library membuat saya teringat bahwa saya pernah membaca Flipped karangan tante Wendellin. Keduanya memiliki kesamaan dalam pengambilan sudut pandang naratornya. Yeah, tepat! The Magic Library dan Flipped menggunakan dua sudut pandang orang pertama (anak remaja) sebagai tokoh utama. Bedanya, narasi dalam The Magic Library berbentuk isi surat yang para tokoh utamanya tulis di dalam buku-surat sementara narasi dalam Flipped adalah narasi biasa, means ungkapan hati yang begitu saja keluar dari batin para tokohnya.

Meski begitu, suguhan konflik dan hubungan antara dua tokohnya yang jelas sekali berbeda membuat dua novel tersebut memiliki kekhasan yang tentu juga berbeda, ditambah dengan perbedaan genre cerita yang diambil. Oh, banyak sekali perbedaannya, ya, haha. Flipped bercerita tentang kisah cinta anak baru gede yang manis dan polos sementara The Magic Library bercerita soal petualangan dua saudara sepupu yang memicu rasa penasaran dan adrenalin.

Oke,  kita fokus ke The Magic Library!

Banyak hal yang membuat saya menyukai The Magic Library, di luar kesamaannya dengan Flipped yang sudah dipaparkan sebelum ini, yang membuat saya menamatkan novel ini di atas kereta api dalam perjalanan pulang ke rumah. Sensasinya baru sekali, terasa sedikit terombang-ambing dan membikin mual but curiosity, and the plot for sure, kill it.

Pertama; membaca novel ini membuat saya kembali bernostalgia dengan bacaan ketika kecil. Buku-buku terbitan tahun 1980 yang bercerita tentang detektif dan petualangan yang berjajar di perpustakaan tua sekolah adalah favorit saya. Salah satunya adalah buku serial Sandi karya Dwianto Setyawan. Sayanganya, dari tiga seri yang terbit [Terlibat di Bromo, Terlibat di Trowulan dan Terlibat di Mahakam], hanya seri terakhir yang belum sempat saya habisi. Saya merasa serial Sandi dan The Magic Library memberikan apa-ya-namanya pengalaman membaca yang sama kepada saya. Jika kamu suka The Magic Library, jangan sungkan untuk mengecek serial Sandi.


Duh, jadi pengen baca ulang lagi.

Kedua; buku ini dan Rumah Kertas menyajikan banyak sekali informasi tentang dunia yang selama ini ingin dan (semoga) akan saya geluti; perpustakaan, buku, aktivitas membaca dan menulis. Buku ini membuat saya kenyang dan lapar dalam waktu yang bersamaan. Jika di dalam Rumah Kertas saya mengagumi kegilaan para bibliofil terhadap koleksi buku mereka maka dalam The Magic Library, saya iri pada pengetahuan dua tokoh utama kita pada banyak hal yang berkaitan dengan perpustakaan dan buku. All Hail, Joinstein and Klaus!

As the blurb said, buku ini tidak hanya bercerita tentang petualangan dua anak remaja tetapi juga beberapa nama dan momen spesial dalam dunia perbukuan seperti Astrid Lindgren, Ibsen, Klasifikasi Desimal Dewey or Djuih (haha), Winnie the Pooh, Anne Frank, korespondensi, teori sastra, teori fiksi, teori menulis, puisi, sejarah buku, drama, film perpustakaan, penerbitan dan buanyak lagi.

Beberapa nama baru saya denger, seperti Astrid Lindgren dan Ibsen, selebihnya saya cukup tahu (baca: sedikit lupa) karena sempat mempelajarinya dua atau tiga semester lalu.


FYI, Astrid Lindgren adalah seorang penulis perempuan Swedia yang terkenal dengan buku-buku anaknya. Bukan buku-buku milik anaknya, tapi buku-buku dengan target market anak-anak, just saying. In case, kamu tertarik dengan Astrid Lindgren, kamu bisa membaca biografi lengkapnya [di tautan ini] atau kunjungi official website-nya [di tautan ini].  Sementara Ibsen atau Henrik Johan Ibsen adalah seorang dramawan, direktur teater, dan seorang penyair. Dia dikenal sebagai Bapaknya Realisme di dalam dunia teater dan juga pendiri aliran modernisme. Kamu yang menggeluti teater pasti tahu bapak kece satu ini. Kamu bisa membaca biografi lengkapnya [di tautan ini] atau [tautan ini].

Ketiga; Ending mengenai perpustakaan ajaib dan buku yang belum terbit tapi sudah menjadi harta karun untuk Bibbi Bokken maupun si Mr. Smiley. Perpustakaan dengan salah satu ruangan tempat buku yang belum terbit dipajang cantik itu ternyata benar-benar ada dan milik Bibbi Bokken. Sementara buku yang hendak diterbitkan itu adalah buku-surat milik Nils dan Berit.

Saya suka dengan cara Bibbi Bokken memberikan pancingan kepada Nils dan Berit untuk mulai menulis dengan berbagai tindak-tanduk Bibbi Bokken yang super aneh, meskipun ya itu bisa dibilang curang untuk Nils dan Berit. Begitu juga dengan konspirasi antara Mr. Bresani, suami-istri Bruum dan kenyataan bahwa Mr. Smiley yang ternyata benar-benar menjadi tokoh antagonis di dalam buku The Magic Library maupun dalam buku di dalam buku The Magic Library. Double!

Keempat dan ini yang terakhir; hal yang saya sukai dari The Magic Library adalah kenyataan bahwa Bibbi Bokken bukan benar-benar seorang bibi-bibi yang suka ngeces ketika melihat tumpukan buku, yang matanya bak piring dan terdapat buku robek di dalam tas tangannya. Kesannya nenek-nenek sekali. Di bagian menuju akhir ketika Nils dan Berit sudah menemukan si perpustakaan ajaib dan Bibbi turun dengan gaun berwarna merah itu, entah kenapa memutarbalikan imajinasi saya tentang Bibbi Bokken. Bibliografer itu berubah menjadi cantik, mirip-mirip sama Astrid Lindgren sewaktu mudalah.

Salah satu hal yang terjadi setelah saya membaca dua buku terakhir, saya menjadi lebih mencintai buku.

“Sebuah buku adalah dunia ajaib penuh simbol yang menghidupkan kembali si mati dan memberikan hadiah kehidupan yang kekal kepada yang hidup. Sungguh tak dapat dibayangkan, fantastis, dan ajaib bahwa kedua puluh enam huruf dalam alfabet kita bisa dipadukan sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi rak raksasa dengan buku-buku dan membawa kita ke sebuah dunia yang tak pernah berujung. Dunia yang selalu bertumbuh dan bertumbuh, selama masih ada manusia di muka bumi ini.” 

Selebihnya, saya merasa The Magic Library adalah buku anak yang juga nikmat untuk diseduh oleh orang-orang yang sudah bukan anak-anak atau mereka yang justru sudah beranak. Hahaha. Membaca buku ini kamu tidak hanya disuguhi oleh alur yang ciamik tapi juga informasi yang padat.

Daebaklah pokoknya mah!


Post a Comment